Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera
berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur. Ohhh… aku harus
menyediakan makan untuknya.
Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.
Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku
bergegas berangkat ke tempat kerja.
Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu
hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja
sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, saya
langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, ketika
aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak
menghilangkan kepenatan, tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah
dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan….. di sanalah
sumber ‘masalah’nya … sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang
berantakan di seprai dan selimut!
Oh…Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan
langsung menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan
mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak
meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:
“Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah
belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah
mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada
orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan
menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu
lagi untuk saya .. Karena aku takut mie’nya akan menjadi dingin, jadi
aku menyimpannya di bawah selimut
supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk
mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainan saya … Saya
minta maaf Dad … “
Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku … tetapi, saya tidak ingin
anak saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan
menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara
tangis saya. Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya
dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan
dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan
kotoran tumpahan mie di tempat tidur.
Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar
anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di
pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yang dikasihinya.
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini,
untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah
dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua
kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan
lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak
meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa
dengan bahagia.
Namun… belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal….
Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya
absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku
berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi
mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya
menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer
game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya
dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan, “Aku minta maaf,
Dad”.
Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara
“pertunjukan bakat” yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang
adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena
ia tidak punya ibu…..
Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke
rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca
dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di
kamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih
ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya
bangga juga!
Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Saat ini
musim dingin, dan hari Natal telah tiba. Semangat Natal ada dimana-mana
juga di hati setiap orang yg lalu lalang… Lagu-lagu Natal terdengar
diseluruh pelosok jalan …. tapi astaga, anakku membuat masalah lagi.
Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja,
tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami
puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka
pun jadi kurang bagus.
Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak
saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah
berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak
bisa menahan diri untuk
tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa anak ini sudah
benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia
meminta maaf : “Maaf, Dad”. Tidak ada tambahan satu kata pun untuk
menjelaskan alasannya melakukan itu.
Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa
alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya
mendorong anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol
apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?
Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : “Surat-surat itu untuk mommy…..”.
Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. …. tapi aku mencoba mengendalikan emosi
dan terus bertanya kepadanya: “Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak
surat-surat, pada waktu yg sama?”
Jawaban anakku itu : “Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu
yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu
tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi
baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak
itu dan aku mengirimkannya sekaligus”.
Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku
bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku
katakan ….
Aku bilang pada anakku, “Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk
selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup
dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy.
Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah
itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Saya berjanji akan membakar
surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke
luar, tapi…. saya jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut
sebelum mereka berubah menjadi abu.
Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur……
‘Mommy sayang’,
Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara ‘Pertunjukan Bakat’
di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan
tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga.
Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan
mulai menangis dan merindukanmu lagi.
Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan
mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari
saya, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah
memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.
Mommy, setiap hari saya melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia
teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di
kamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat
untuk kita berdua, saya rasa. Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu.
Bisakah mommy muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu
dan ingat anda? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang
kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi
mommy, mengapa engkau tak pernah muncul?
Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya ….
Hargailah keberadaan kekasihmu, kasihilah dan cintailah dia sepanjang
hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena saat engkau
telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian, atau apa
pun yg bisa menggantikan posisinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar